BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh E.Mulyasa (2007), bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik.
Untuk mampu melakukan proses pembelajaran ini si guru harus mampu menyiapkan proses pembelajarannya. Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori – teori yang melandasinya, dan bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran. Karena ada istilah teori tanpa praktek hanya untuk orang yang jenius dan praktek tanpa teori itu bodoh. Teori belajar secara arti merupakan suatu teori yang memfokuskan kepada penerangan dan penjelasan bagaimana proses pembelajaran itu berlaku didalam diri seseorang.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Teori belajar itu diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu teori belajar Behavioristik, teori belajar Kognitif dan teori belajar Humanistik.
Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep – konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut.
Namun, apakah teori belajar yang demikian terkenal itu merupakan teori belajar yang baik, terutama jika indikasinya untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progesifisme John Dewey. Yang mana intinya siswa akan belajar denagn baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.
Selain itu, ada sebuah teori baru lagi yang melatar belakangi teori Konstruktivisme.yaitu teori kognitif, siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan dikelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membengkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi.
Berpijak dari dua pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Pada dasarnya pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.
Berikut ini kita akan membahas teori belajar Kontruktivisme dan implikasinya dalam proses pembelajaran.
A. Manfaat dan Tujuan
1. Manfaat
Makalah ini dapat melatih penulis dalam penyusuan makalah, selain itu juga adalah :
1. Bagi para pembaca atau guru dapat menambah pengetahuan mengenai pentingnya teori belajar Kontruktivisme dalam pembelajaran.
2. Merupakan sumbangan pemikiran berkenaan dengan teori belajar yang dapat merubah paradigma pembelajaran ke arah yang lebih maju, kondusif dan berkualitas.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori – teori Pembelajaran, selain itu hal yang lebih penting adalah dapat digunakan oleh pihak terkait sebagai acuan dan juga untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Kontruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong – konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman – pengalaman sendiri. sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.
Pada pertengahan abad ke 20 Piaget mengembangkan teori kontuktivisme ini. Teori ini menganggap bahwa individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk menkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan itu hanya untuk didingat sementara lalu dilupakan.
Menurut Piaget, bahwa mengkontruksi pengetahuan dilakukan dengan proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema. Sedangkan tahap – tahap perkembangan menurut Piaget adalah kematangan, pengalaman fisik/ lingkungan, transmisi sosial, dan equilibrium/ self regulation. Piaget juga membagi tingkat-tingkat perkembangan ke dalam tingkat sensori motorik, tingkat preoprasional, tingkat operasi konkrit, dan tingkat operasi formal.
Piaget juga berpendapat bahwa pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan – kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian /adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. Ciri – ciri Pembelajaran Secara Kontruktivisme
Dapat dilihat beberapa ciri – ciri pembelajaran secara Kontruktivisme :
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia nyata.
2. Menggalakkan soalan/ idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
4. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
5. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
6. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Sharifah Norul Akmar Syed Zamri (2004) merumuskan prinsip asas konstruktivisme sebagai berikut:
Pembelajaran melibatkan pembinaan makna; Makna perlu dibina oleh pelajar daripada apa yang dilihat dan didengar oleh mereka. Tafsiran yang dibuat oleh pelajar mungkin berbeda dari tafsiran guru. Pembinaan makna secara dipengarnhi oleh pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.
Pembinaan makna melibatkan proses yang aktif dan berpanjangan. Anak sejak lahir berusaha untuk membina makna tentang persekitarannya dan seterusnya proses ini akan berpanjangan sepanjang hidup mereka.
Pelajar bertanggungjawab terhadap pembelajaran masing – masing. Seseorang guru menyediakan peluang pembelajaran kepada murid dan murid membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang penah mereka lalui. Dari perspektif konstruktivisme pengetahuan tidak boleh dipindahkan secara total dari guru kepada pelajar.
C. Prinsip Belajar Kontruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara – cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
D. Proses Belajar Menurut Kontruktivisme
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya daripada segi perolehan pengetahuan.
2. Peranan siswa.
Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pebelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal – hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3. Peranan guru.
Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.
4. Sarana belajar.
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5. Evaluasi.
Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
Adapun Model Pengajaran Konstruktivisme. Model Pengajaran Interaktif (Biddulph & Osborne). Guru lebih sensitif kepada ide dan persoalan pelajar, guru menyediakan pengalaman penerokaan yang membolehkan pelajar menimbul persoalan dan mencadangkan penerangan yang munasabah, guru menydiakan aktivitas yang memfokuskan kapada ide dan persoalan oleh guru, guru menyediakan aktiviti yang menggalakkan pelajar membuat penyiasatan, guru berinteraksi dengan pelajar untuk mencabar dan melanjutkan idea mereka. Pengajaran Model Berpusatkan Masalah (Wheatley) guru memilih tugasan yang berkemungkinan menjadi masalah besar kepada pelajar, pelajar membuat tugasan dalam kelompok kecil, pelajar akan berkumpul semula untuk membentangkan kepada kelas dan guru hanya berperan sebagai fasilistor.
E. Implikasi Teori Belajar Kontruktivisme Terhadap Pembelajaran
Beberapa implikasi kontruktivisme terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan sejelas – jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul – betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model – model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model – model itu.
4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing – masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya – upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi – konstruksi mental yang diperlukan
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari – hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
1. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3. Si pebelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
Oleh karena itu terlihat guru yang menggunakan teori ini akan :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Guru dalam mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak – anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik – baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. memberikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak – anak diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman – temanya.
Beberapa penerapan kontruktivisme oleh guru :
1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi – komunikasi – sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif membuat berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak – partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan – strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan – petunjuk, rambu – rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds – on, hands – on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian se – objektif – objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemuda hcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hippotesis – hipotesis dan idea – idea baru. Selain iti anak – anak akan belajar lebih baik dan dapat menghadapi lingkungan dengan baik dengan adanya guru yang membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik – baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
________ (2009) Teori Pembelajaran. [Online], Tersedia; www.Teknologi – Pembeljaran.co.cc. [26 Desember 2009].
NS, Dedi (2009); Teori Belajar Dalam Sistem Pembelajaran Online Learning. [Online], Tersedia; unek2kangdedis.blogspot.com. [29 Desember 2009].
Pamungkas, Dudi (2009); Teori Belajar yang Melandasi Proses Pembelajaran. [Online], Tersedia; www.GrameenFoundation.org. [26 Desember 2009].
Sanjaya, Wina (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Perdana Media Group.
Sudrajat, Akhmad (2008); Teori – teori Belajar. [Online], Tersedia; Trimanjuniarso.wordpress.com [26 Desember 2009].
Surya, Mohamad, Dr. Prof (2004); Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran; Pustaka Bani Quraisy, Bandung.
Friday, February 19, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment